Rabu, 20 Mei 2015

Kanon Alkitab PL

1. PENGERTIAN/DEFINISI "KANON"


Untuk mengerti lebih jelas apa yang dimaksud dengan Kanon Alkitab PL, marilah terlebih dahulu kita mempelajari pengertian kata "Kanon".


a. Arti Etimologis
"Kanon" berasal dari kata Yunani 'kanon', artinya "buluh". Karena pemakaian buluh dalam kehidupan sehari-hari jaman itu adalah untuk mengukur, maka kata "kanon" dipastikan memiliki arti harafiah sebagai batang tongkat/kayu pengukur atau penggaris. (Yeh. 40:3; 42:16 = tongkat pengukur)


b. Arti Figuratif
Namun demikian kata "kanon" juga memiliki arti figuratif sebagai peraturan atau standard norma (kaidah) dalam hal etika, sastra, dsb.


c. Arti Teologis
Dalam sejarah gereja abad pertama kata "kanon" dipakai untuk menunjuk pada peraturan atau pengakuan iman. Tetapi pada pertengahan abad keempat (dimulai oleh Athanasius), kata ini lebih sering dipakai untuk menunjuk pada Alkitab yang memiliki dua arti, yaitu:

1. Daftar naskah kitab-kitab, yang berjumlah 66 kitab, yang telah memenuhi standard peraturan-peraturan tertentu, yang diterima oleh gereja sebagai kitab kanonik yang diakui diinspirasikan oleh Allah.
2. Kumpulan kitab-kitab, yang berjumlah 66 kitab, yang diterima sebagai Firman Tuhan yang tertulis, yang berotoritas penuh (menjadi patokan= Gal. 6:16) bagi iman dan kehidupan manusia.



2. SEJARAH KANON PL


Kanon PL tidak mengalami banyak kesulitan untuk diterima karena pada waktu kita-kitab PL itu selesai ditulis, saat itu juga langsung diterima sebagai kitab-kitab yang memiliki otoritas yang diinspirasikan oleh Allah. Kitab-kitab (yang berupa gulungan- gulungan) disimpan bersama-sama dengan Tabut Perjanjian yaitu di Kemah Tabernakel dan kemudian dibawa ke Bait Allah. Para imam memelihara kitab-kitab itu dan mereka juga yang membuat salinan- salinannya apabila diperlukan. Ul. 17:18; 31:9; 24:26; 1 Sam. 10:25; 2 Raj. 22:8; 2 Taw. 34:14

Pada waktu bangsa Yahudi dibuang ke tanah Babel, dan Yerusalem dihancurkan pada tahun 587 SM, kitab-kitab itu dibawa bersama-sama ke tanah pembuangan (Dan. 9:2). Pusat ibadah mereka kini bukan lagi Bait Allah di Yerusalem, tetapi beralih kepada kitab-kitab yang berotoritas itu. Setelah pembangunan kembali Bait Allah, kitab- kitab itupun tetap dipelihara dan dipindahkan ke tempat yang baru. (Ezr. 7:6; Neh. 8:1; Yer. 27:21-22).

Penyusunan seluruh kitab-kitab PL selesai pada tahun 430SM. Menurut tradisi diakui bahwa imam Ezralah yang memainkan peranan penting dalam proses pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab PL ini. Selain kitab-kitab Pentateuk (Kejadian sampai Ulangan) yang sangat dihargai, kitab-kitab para nabi juga biasa dibaca dalam ibadah Yahudi (di sinagoge), juga pada waktu jaman PB (Luk. 4:16-19).

Pada tahun 90M para ahli Taurat dan pemimpin bangsa Yahudi melakukan persidangan di Yamnia. Salah satu keputusan yang diambil dalam persidangan itu adalah penerimaan Kanon PL, yaitu 39 kitab sebagai Kanon Alkitab PL (seperti yang kita pakai sekarang). Jadi penetapan itu sebenarnya hanya memberikan pengakuan akan kitab- kitab yang memang sudah lama dipakai dalam ibadah orang Yahudi.



3. Pembentukan Kanon PL


Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa pada umumnya kitab-kitab PL langsung diterima sebagai kitab yang berotoritas. Namun demikian bukan berarti tidak ada proses pembentukan sampai akhirnya kitab- kitab itu dikanonkan. Paling tidak ada 4 tahap yang dikenal dalam proses pembentukan kanon kitab PL:

a. Ucapan-ucapan yang Berotoritas

Prinsip pengkanonan kitab dimulai ketika bgs. Israel menerima 10 perintah/hukum-hukum dari Tuhan melalui Musa di gunung Sinai. Perintah-perintah itu disampaikan kepada Musa sebagai perkataan (ucapan) Tuhan yang memiliki otoritas penuh. Dan umat Tuhan yang menerima Perintah-perintah itu wajib tunduk kepada wewenangnya, bahkan generasi-generasi berikutnya juga tunduk pada otoritas Perkataan Tuhan itu.

b. Dokumen (Tertulis) yang Berotoritas

Agar Perintah/Perkataan Tuhan itu menjadi warisan yang akan menuntun generasi-generasi berikutnya, maka Musa secara teliti menjabarkannya (memberikan tambahan penjelasan) dalam bentuk tulisan (Kel. 24:3), lalu umat Lewi diperintahkan untuk menyimpan tulisan/dokumen itu di samping Tabut Perjanjian Allah (Ul. 31:24- 26). Demikian juga dengan perkataan-perkataan Tuhan lain yang Tuhan sampaikan sepanjang sejarah bangsa Israel melalui nabi-nabi-Nya, Tuhan seringkali memerintahkan agar apa yang Tuhan ucapkan itu dituliskan untuk menjadi peringatan bagi umat-Nya. (Ul. 31:19, Yes. 30:2; Hos. 2:2). Tulisan-tulisan itu menjadi dokumen-dokumen yang sangat berotoritas, karena di sanalah bangsa Israel telah diikat dalam perjanjian (covenant) dengan Allah sebagai bangsa umat pilihan-Nya.

c. Kumpulan Tulisan yang Berotoritas

Menurut tradisi, selama ratusan tahun, tulisan/dokumen-dokumen yang berotoritas itu dikumpulkan sebagai kitab-kitab Ibrani, yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Kitab-kitab Hukum (5 Kitab Pentateuk)
2. Kitab-kitab Nabi-nabi (Nabi Besar dan Nabi Kecil)
3. Kitab-kitab Mazmur/Ucapan Bijaksana (Mazmur, Amsal, dll.)


Pengelompokan ini mungkin sekaligus menunjukkan bagaimana tahap- tahap pembentukan kanon itu terjadi, sesuai dgn. pokok bahasannya. Namun demikian prosedur penyortiran tulisan-tulisan itu memang tidak jelas. Yang dapat diketahui hanyalah bahwa para pemuka agama Yahudi dengan dipimpin oleh Roh Allah menyepakati pilihan kumpulan tulisan itu sebagai tulisan-tulisan yang berotoritas yang harus diterima oleh seluruh umat.


d. Kanon yang Diresmikan

Sebagian besar Tulisan-tulisan yang berotoritas (yang sudah dikelompokkan di atas) telah ditulis dan dikumpulkan sesudah masa Pembuangan yaitu kira-kira thn. 550 SM (sebelum Masehi). Namun Pengesahan pengelompokan "Kanon Ibrani" itu dikenal baru sesudah thn. 150 SM. Kemungkinan besar Kanon inilah yang juga dikenal oleh masyarakat Yahudi pada jaman Yesus, karena Yesus menyebutkan: "dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur" (Luk. 24:44).

Suatu Konsili di Yamnia pada thn. 90 M, yang dihadiri oleh tokoh- tokoh utama agama Yahudi (rabi), melalui suatu konsensus bersama, akhirnya memberikan penetapan terhadap Kanon PL yang terdiri dari 39 kitab (sama dengan yang dimiliki dalam Alkitab agama Kristen).



4. PENERIMAAN KANON PL

Istilah penerimaan Kanon PL lebih disukai dari pada penetapan Kanon PL, karena memang pada dasarnya manusia/gereja hanya menerima kitab-kitab PL tsb. sebagai tulisan-tulisan yang berotoritas. Adapun dasar penerimaan "Kanon PL" adalah sbb.:

a. Adanya bukti dari dalam Alkitab sendiri.
Alkitab memberikan kesaksian bahwa perkataan-perkataan yang ditulis bukan berasal dari manusia, seperti dikatakan: "Beginilah Firman Tuhan......" atau "Tuhan berkata....."

b. Ditulis oleh orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Allah.
Pada umumnya penulis-penulis kitab PL adalah mereka yang ditunjuk oleh Allah dan menduduki jabatan seperti imam, nabi, hakim, dan raja.

c. Pengaruh kuasa Allah dalam tulisan-tulisannya.
Perkataan ilahi yang dituliskan mempunyai kuasa untuk memberikan pengajaran kebenaran yang mengubah hidup manusia.

d. Adanya bukti tentang keaslian naskah dan tulisannya.
Bukti-bukti arkeologi memberikan dukungan akan keotentikannya.

e. Secara aklamasi diterima oleh umat Allah secara luas.
Otoritas tulisan tsb. diakui oleh para pemimpin masyarakat keagamaan Ibrani melalui pimpinan Roh Allah.



5. SUSUNAN KANON KITAB PL



PEMBENTUKAN KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA

Perjanjian Lama disusun selama periode seribu tahun lebih yang kira- kira dimulai sekitar pertengahan milenium kedua sampai ke pertengahan milenium pertama SM. Walaupun Perjanjian Baru menguraikan bahwa Allah adalah pengarang Perjanjian Lama dengan ilham Roh Kudus (2Timotius 3:16), paling tidak empat puluh orang telah disebut sebagai penulisnya. Teks Perjanjian Lama semula dicatat dalam dua bahasa, bahasa Ibrani klasik atau alkitabiah dan bahasa kerajaan Aram (Kejadian 31:47; Yeremia 10:11; Ezra 4:8 - 6:18; 7:12-26 saja). Di antara para penulis kuno itu terdapat tokoh-tokoh Alkitab yang terkenal seperti Musa, Daud, dan Salomo. Penulis-penulis yang kurang dikenal termasuk wanita-wanita Ibrani seperti Debora (bandingkan Hak. 5:1) dan Miriam (bd. Keluaran 15:20-21) serta orang bukan Ibrani seperti Agur dan Lemuel (bd. Amsal 30:1; 31:1). Perjanjian Lama terdiri atas empat gaya atau jenis sastra dasar, termasuk hukum, kisah sejarah, syair, dan perkataan nubuat.


TEKS DAN TRANSMISI

Tulisan Dalam Masa Timur Dekat Kuno


Sistem tulisan paling awal yang dimiliki oleh manusia telah ada sebelum 3000 SM dan dibuktikan dalam kehidupan masyarakat kuno baik di Mesir maupun di Mesopotamia. Tingkat awal dalam pengembangan tulisan adalah piktogram, di mana gambar-gambar melambangkan obyek-obyek material yang sama (gambar 2.1). Akhirnya piktogram berkembang menjadi ideogram di mana simbol-simbol gambar mengetengahkan ide-ide juga. Seiring dengan perjalanan waktu, piktogram dan ideogram ini menjadi lebih abstrak (sejenis steno atau tulisan cepat) dan menandakan kata (logogram) dan suku kata. Tingkat terakhir dari tulisan merupakan peralihan dari sistem penulisan suku kata kepada tulisan bersifat abjad, di mana satu simbol melambangkan satu huruf dari sistem penulisan abjad.

Bahasa Ibrani dari Perjanjian Lama adalah suatu sistem penulisan abjad dan tergolong sebagai bahasa Semit Barat Laut yang berbeda dengan sistem penulisan suku kata dari Asyur dan Babilonia di Mesopotamia (gambar 2.2). Bahasa Ibrani dan Fenisia, Moab, Amon Edom, dan Ugarit semuanya adalah dialek abjad yang diperoleh dari suatu sistem bahasa abjad proto-Semit yang lazim (lihat Yesaya 19:18, di mana nabi menyebut bahasa Ibrani sebagai suatu dialek orang Kanaan).


Bahan-bahan untuk Tulis

Berbagai macam bahan dipergunakan sebagai permukaan untuk menulis oleh bangsa-bangsa dari Timur dekat kuno. Berbagai inskripsi penting terpelihara di tembok-tembok batu dan lempengan-lempengan batu (lihat daftar ilustrasi). Misalnya, inskripsi Behistun yang tersohor dalam tiga bahasa dari Raja Darius dari Persia itu digoreskan ada permukaan batu dari sebuah tebing. Batu Roseta dan batu Moab merupakan contoh- contoh lain yang terkenal dari dokumen-dokumen yang diukirkan pada batu padat. Perjanjian Lama menunjukkan bahwa Dekalog (Sepuluh Hukum) dituliskan pada "loh-loh batu" (Keluaran 32:15-16) dan bahwa kemudian Yosua membuat salinan dari Hukum Musa di atas batu (Yosua 8:32).

Bahan-bahan kuno lain untuk tulis menulis termasuk lempengan tanah liat dan kayu (terutama di Mesopotamia, tetapi juga dikenal di Siro- Palestina di Ebla dan Ugarit, bdg Yesaya 30:8; Habakuk 2:2), manuskrip dan kitab gulungan dari papirus (dipergunakan mulai dari milenium ketiga sampai milenium pertama SM, bdg. Ayub 8:11, Yesaya 18:2), dan perkamen kulit binatang yang disamak). (Kitab gulungan Yeremia yang dibakar oleh Raja Yoyakim mungkin merupakan papirus atau perkamen bdg. Yeremia 36:2). Ostraka (pecahan-pecahan tembikar) biasanya dipergunakan sebagai bahan untuk tulis yang bukan hanya berlimpah ruah tetapi juga tidak mahal di seluruh wilayah Timur Dekat Kuno, kendatipun bahan itu tidak disebut dalam Perjanjian Lama. Kitab gulungan logam yang ditempa kadang-kadang dipergunakan untuk suatu tujuan khusus. (Sebuah kitab gulungan tembaga ditemukan di antara tulisan-tulisan yang ditinggalkan dalam gua-gua sepanjang Laut Mati oleh masyarakat Qumran; lihat pasal 5 untuk suatu uraian tentang kitab-kitab gulungan Laut Mati.

Perjanjian Lama tidak menyebut penggunaan tinta untuk menulis pada kitab gulungan, tetapi menulis mengenai besi pengukir atau pena besi (Ayub 19:24; Yeremia 17:1), pena buluh (Yeremia 8:8), pisau raut untuk menajamkan pena (Yeremia 36:23), dan tempat tinta (Yeremia 36:18) sebagai alat-alat yang dipergunakan untuk menulis. Sifat dari proses penyalinan dengan tangan dalam dunia kuno sangat mengutamakan pendengaran, penghafalan, dan pembacaan dokumen-dokumen di hadapan umum - karena itu Perjanjian Lama selalu menekankan hal "mendengarkan" firman Tuhan. Menyebarluaskan perkataan yang tertulis juga menyebabkan diperlukannya pelayan-pelayan seperti pelari cepat pembawa kabar, bentara yang mengumumkan berita, dan juru tulis (bdg. 2Samuel 18:19- 23; Daniel 3:4).


Para Juru Tulis Perjanjian Lama

Pengembangan sistem menulis di Timur Dekat Kuno menyebabkan munculnya golongan juru tulis yang profesional. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat Ibrani pada zaman Perjanjian Lama. Di Israel pada masa sebelum pembuangan para sekretaris atau panitera negara merupakan tokoh penting baik di bidang keagamaan maupun di pemerintahan sipil (lihat 2Samuel 8:16-17; 20:23-26).

Selama zaman kerajaan-kerajaan Ibrani para juru tulis sedikit banyak berfungsi sebagai "diplomat" karena keahlian mereka dalam bahasa- bahasa dan kesusastraan pada waktu itu memudahkan hubungan surat- menyurat secara internasional (bdg. 2Raja-Raja 18:18-26). Para juru tulis ini juga menulis surat-surat pribadi dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum (misalnya, Yesaya 50:1; Yeremia 36:18) dan mencatat data yang sah mengenai kemiliteran dan keuangan untuk kerajaan (bdg. 1Raja-Raja 4:3; 2Raja-Raja 22:3-4; 2Tawarikh 24:11; 26:11). Orang -orang Lewi juga melayani sebagai juru tulis dan pencatat untuk Bait Allah (2Tawarikh 34:13,15).

Sesudah kejatuhan kerajaan Ibrani golongan juru tulis pada masa pasca pembuangan Israel semata-mata dihubungkan dengan Bait Allah dan fokus pekerjaan mereka lebih dipersempit. Para juru tulis Bait Allah ini pada dasarnya adalah cendekiawan yang mengabdikan diri mereka untuk menyalin, melestarikan, menerbitkan, dan menafsirkan Hukum Musa. Ezra sering kali disebut sebagai pelopor dari golongan ahli kitab atau ahli Taurat ini (Ezra 7:1-10). Pada masa Perjanjian Baru, para ahli Taurat merupakan suatu golongan agama dan politik yang berpengaruh di kalangan Yudaisme. Mereka merupakan penentang utama dari pelayanan Yesus, menuduh Dia telah melanggar hukum-hukum Yahudi (bdg. Matius 23:2).


Teks dan Berbagai Versi Perjanjian Lama

Naskah-naskah yang paling awal dari Perjanjian Lama ditulis dalam dua puluh dua huruf konsonan dari abjad Ibrani. Tulisannya diatur dalam baris-baris berlajur tanpa disertai pemisahan kata-kata untuk menghemat tempat. Para ahli kitab melanjutkan pemindahan teks-teks konsonan itu sampai pada zaman para Masoret (kira-kira tahun 500-900 TM). Para Mazoret adalah cendekiawan dan ahli kitab Yahudi yang memperbaiki pembagian kata-kata dan menambahkan huruf hidup atau tanda huruf hidup, tanda baca, dan pembagian ayat pada Perjanjian Lama Ibrani. Sekarang ini teks Ibrani Perjanjian Lama disebut teks Masoret (MT), yang menunjukkan pentingnya sumbangan para Masoret pada pemeliharaan Alkitab Ibrani.

Di samping catatan-catatan di pinggir halaman yang dibuat oleh para Masoret yang menunjukkan peningkatan atau pembetulan versi dari kata- kata atau ayat-ayat, maka perkembangan-perkembangan yang terjadi kemudian dalam Alkitab Ibrani meliputi pembagian tambahan dari kitab- kitab Perjanjian Lama ke dalam pasal-pasal. Pertama kalinya diperkenalkan dalam Alkitab bahasa Latin oleh Stephen Langdon (1150- 1228), pembagian pasal-pasal dipergunakan di Alkitab Ibrani dalam tahun 1518 (Edisi Bomberg). Pasal-pasal diberi nomor dalam Alkitab Ibrani oleh Arius Montanus (sekitar tahun 1571), sedangkan cara ini sudah dipakai dalam Perjanjian Lama edisi Latin (sekitar 1555).

Perubahan nasib dalam sejarah dan politik yang dialami bangsa Israel mengharuskan penerjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa- bahasa lain. Beberapa versi kuno ini masih tersedia dalam bentuk manuskrip dan dianggap sebagai saksi-saksi penting sehubungan dengan teks Perjanjian Lama Ibrani. Versi yang lebih penting lagi termasuk Pentateukh versi Samaria (Alkitab orang Samaria yang tanggalnya ditentukan sekitar abad keempat atau kelima SM), Targum versi Aram (saduran pra-Kristen dari Perjanjian Lama dalam bahasa Aram, bahasa pergaulan dari zaman Babilonia dan awal zaman Persia, bdg. Neh. 8:8). Septuaginta Yunani (hasil tambahan dari dampak Helenisme pada bangsa Yahudi, sekitar tahun 250 SM), Vulgata Latin dari Hieronimus (382-405 TM) dan Pesyita Siria (sekitar tahun 400 Tm).


Kritik Teks

Penyalinan dan penerjemahan Perjanjian Lama Ibrani selama berabad-abad telah melipatgandakan jumlah naskah yang tersedia sehingga terdapat beribu-ribu salinan yang masih ada dalam bahasa yang berbeda-beda dari berbgai periode. Dengan sendirinya proses penyalinan yang terus dilakukan dengan tangan menyebabkan terjadinya berbagai kekeliruan transmisi. Kekeliruan-kekeliruan dari penglihatan, pendengaran, tulisan, daya ingat dan penilaian manusia ini disebut sebagai varian (ejaan atau bunyi yang berbeda-beda dari kata yang sama) atau bacaan yang berbeda dari teks.

Kritik teks, atau kritik rendah terhadap penulisan Alkitab adalah ilmu pengetahuan perbandingan naskah. Tujuan penelitian naskah adalah menetapkan atau memulihkan teks tertulis Perjanjian Lama sedapat mungkin kepada bacaannya yang asli. Praktik atau metodologi penelitian naskah termasuk mengumpulkan, menyortir, dan mengevaluasi bacaan- bacaan yang berbeda-beda dari ayat atau bagian tertentu di Alkitab, kemudian dilanjutkan dengan menilai bukti naskah itu untuk memilih bacaan yang paling cocok dari teks yang diteliti atas dasar data yang tersedia (bdg. catatan tepi dalam Alkitab bahasa Inggris modern di 1Samuel 13:1, di mana penelitian naskah digunakan untuk memperbaiki angka yang menunjukkan lama pemerintahan Raja Saul).

Sepatah kata peringatan diperlukan di sini, agar kita tidak disesatkan oleh orang-orang yang menekankan berbagai varian dalam naskah-naskah Perjanjian Lama sebagai bukti yang menentang integritas dan kebenaran Alkitab. Mengingat usianya yang sudah berabad-abad, Perjanjian lama sebenarnya berada dalam keadaan terpelihara yang sangat baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh prosedur penyalinan yang cermat sekali dari para ahli kitab Ibrani dan Kristen, penyaluran naskah-naskah Alkitab ke mana-mana sejak awal, dan sikap hormat dan komitmen terhadap Alkitab sebagai "Firman Allah yang diilhami" baik oleh orang Ibrani maupun orang Kristen selama berabad-abad. Yang sama pentingnya adalah pekerjaan Roh Kudus, yang mengilhami penulis manusia, menerangi para pembacanya, dan menjadi pengawas dalam proses kanonisasi.


Sumber :
Andrew E. Hill & John H. Walton, SURVEI PERJANJIAN LAMA : Pembentukan Kitab-kitab Perjanjian Lama, Gandum Mas, 1991, Halaman : 19 – 27


-----


6. SUSUNAN PERJANJIAN LAMA (KANON)

Dalam mempelajari setiap buku, sangat penting kita mengetahui susunan isinya. Demikian juga untuk Alkitab, dan dalam hal ini perlu diketahui suatu istilah, yaitu "kanon", yang berarti "susunan kitab- kitab Alkitab" atau "daftar isi Alkitab". Ada dua kanon Perjanjian Lama yang penting, yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sebenarnya sama, hanya susunan kitab-kitabnya yang berbeda.

Kanon Ibrani ialah daftar isi yang berlaku untuk Alkitab dalam bahasa Ibrani. Kanon Ibrani itu terdiri dari 24 kitab, yang dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut:

KANON IBRANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA IBRANI

1. TAURAT (bahasa Ibrani: torah)

1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan

2. NABI-NABI (bahasa Ibrani: nevi'im)
(a) Nabi-nabi yang dahulu


6. Yosua
7. Hakim-hakim
8. Samuel
9. Raja-raja

(b) Nabi-nabi yang kemudian

10. Yesaya
11. Yeremia
12. Yehezkiel
13. 12 nabi

3. KITAB-KITAB (bahasa Ibrani: ketuvim)
14. Mazmur
15. Amsal
16. Ayub
17. Kidung Agung
18. Rut
19. Ratapan
20. Pengkhotbah
21. Ester
22. Daniel
23. Ezra-Nehemia
24. Tawarikh


Yesus menyebut ketiga bagian kanon Ibrani dalam Lukas 24:44 (bagian ketiga disebut "Mazmur", sesuai dengan nama kitab yang pertama dan terpenting dalam bagian itu). Dalam Matius 23:35 Dia menyebut dua pembunuhan, yaitu yang pertama dan yang terakhir dilaporkan dalam kanon Ibrani (Kej 4:8; 2Taw 24:20-21). Agaknya Yesus membaca Alkitab dalam bahasa Ibrani dan mengenal Kanon Ibrani, sebagaimana biasa di antara orang-orang Yahudi di Palestina pada zaman itu.

Kanon Yunani berlaku untuk Alkitab berbahasa Yunani dan juga dipakai untuk Alkitab dalam bahasa Indonesia. Dalam Kanon Yunani beberapa kitab yang terdiri dari lebih dari satu bagian dihitung sesuai dengan jumlah bagian tersebut, misalnya Kitab Samuel menjadi 39, yang dibagi atas empat kelompok sebagai berikut:


KANON YUNANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA YUNANI/INDONESIA


1. TAURAT
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan

2. SEJARAH (a) Sejarah yang pertama

6. Yosua
7. Hakim-hakim
8. Rut
9. 1Samuel
10. 2Samuel
11. 1Raja-raja
12. 2Raja-raja

(b) Sejarah yang kedua

13. 1Tawarikh
14. 2Tawarikh
15. Ezra
16. Nehemia
17. Ester

3. SASTRA

18. Ayub
19. Mazmur
20. Amsal
21. Pengkhotbah
22. Kidung Agung

4. NUBUAT
(a) Kitab-kitab nabi besar


23. Yesaya
24. Yeremia
25. Ratapan
26. Yehezkiel
27. Daniel

(b) Kitab-kitab nabi kecil 28. Hosea

29. Yoel
30. Amos
31. Obaja
32. Yunus
33. Mikha
34. Nahum
35. Habakuk
36. Zefanya
37. Hagai
38. Zakaria
39. Maleakhi

Kalau kita membandingkan Kanon Ibrani dengan Kanon Yunani, ternyata bahwa urutan kitab-kitab adalah sama dalam kedua kanon untuk kelompok kitab yang merupakan dasar Perjanjian Lama, yakni "Taurat". Kitab- kitab yang lain disusun menjadi tiga kelompok, sesuai dengan jenis masing-masing kitab, yaitu sejarah, sastra dan nubuat. "Nabi-nabi yang dahulu" sebenarnya mengandung lebih banyak sejarah daripada nubuat, maka digolongkan sebagai sejarah. Sedangkan "Nabi-nabi yang kemudian" kebanyakan terdiri dari nubuat-nubuat dan digolongkan dalam bagian terakhir sebagai nubuat. Kelompok "Kitab-kitab" dibagi dalam kanon Yunani menurut jenis masing-masing: Rut, Ester, Ezra-Nehemia dan Tawarikh berjenis sejarah; Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung dan Pengkhotbah dikumpulkan sebagai tulisan-tulisan sastra; dan Ratapan serta Daniel digolongkan sebagai kitab nubuat.

Kanon Yunanilah yang dikenal oleh orang Kristen pada umumnya, karena diikuti oleh Alkitab dalam bahasa Latin, Inggris, Indonesia dan hampir semua terjemahan Kristen. Oleh karena itu maka kanon Yunani yang menjadi dasar buku pengantar ini.

Perjanjian Lama boleh dilukisan sebagai suatu perpustakaan kecil, yang terdiri dari 39 kitab pada 6 rak, sesuai dengan pembagian kanon Yunani, sebagaimana nampak dalam gambar berikut ini:

1.4 Kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika

Kitab-kitab Perjanjian Lama yang disebut di atas adalah kitab-kitab yang diterima oleh gereja-gereja Protestan (Reformasi). Perlu diketahui bahwa ada juga beberapa tulisan yang diterima oleh gereja Katolik Romawi dan termuat dalam Alkitab terbitan pihak Katolik dan dalam beberapa Alkitab terbitan ekumenis, yaitu:

• riwayat Tobit;
• riwayat yudit;
• Kitab I dan II Makabe;
• Kebijaksanaan Salomo;
• hikmat Yesus bin Sirakh;
• Kitab Barukh serta Surat Yeremia;
• tambahan-tambahan pada Kitab Ester dan Daniel.

Tulisan-tulisan tersebut dinamakan "Apokrifa" ('tersembunyi') atau "Deuterokanonika" ('kanon yang kedua').

Pada umumnya kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika dikarang sesudah Perjanjian Lama yang lain, dan sebagian dikarang dalam bahasa Yunani, sehingga tidak termuat dalam Alkitab bahasa Ibrani. Sewaktu Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) maka kitab-kitab tersebut diikutsertakan, ditambah juga dengan beberapa tulisan lainnya.

Agama Yahudi dan gereja-gereja Prostestan hanya menerima kitab-kitab dari Perjanjian Lama Ibrani sebagai firman Allah, sedangkan gereja Katolik Romawi menerima juga beberapa kitab dari Septuaginta. Akibatnya, kitab-kitab Aprokifa/Deuterokanonika dianggap sebagai buku bacaan saja oleh gereja Protestan; sedangkan oleh gereja Katolik Romawi diakui sebagai kitab suci.


Sumber :
Dr. David Baker, Ed., MARI MENGENAL PERJANJIAN LAMA : Susunan Perjajian Lama (Kanon), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1997, Halaman : 15-20


-------



7. KANON PERJANJIAN LAMA



I. Nama dan Konsepsi


Kata Yunani kanon, berasal dari bahasa Semit (bnd Ibrani qaneh, Yeh. 40:3 dst). Pada mulanya berarti alat pengukur, kemudian dalam arti kiasan berarti 'peraturan'. Kata itu mendapat tempat dalam bahasa gerejawi. Pertama, menunjukan kepada rumusan pengakuan iman, khususnya simbol (pengakuan) baptis, atau gereja pada umumnya. Kata kanon juga dipakai mengacu pada peraturaran-peraturan gereja yang sifatnya berbeda-beda, tapi hanya dalam arti 'daftar', 'rentetan'. Baru pada pertengahan abad 4 kata itu diterapkan kepada Alkitab. Dalam pemakaian Yunani kata 'kanon' agaknya menunjuk hanya kepada daftar tulisan- tulisan kudus, tapi dalam bahasa Latin kata ini juga menjadi sebutan bagi Alkitab sendiri, jadi menyatakan bahwa Alkitab menjadi patokan bagi perbuatan yang mempunyai kuasa ilahi. Maksud yang terkandung dalam pemakaian istilah 'Kanon PL' ialah bahwa PL adalah wujud lengkap dan utuh dari kumpulan Kitab-Kitab yang tak boleh dikutak-kutik lagi, yaitu Kitab-Kitab yang diilhamkan oleh Roh Allah. Dan Kitab-Kitab itu mempunyai wibawa normatif serta dipakai sebagai patokan bagi kepercayaan dan kehidupan kita.



II. Sifatnya membuktikan keotentikannya


Kitab-kitab PL sama dengan Kitab-kitab PB, yakni dilhamkan oleh Allah. ILHAM, PENGILHAMAN. Tapi Roh Kudus bekerja dalam hati umat Allah, sehingga mereka menerima Kitab-kitab itu sebagai Firman Allah, dan menundukkan diri kepada wibaan ilahinya. Pemeliharaan Allah secara khusus meliputi baik asal usul masing-masing kitab maupun pengumpulannya, oleh pemeliharaan Allah secara khusus inilah maka bilangan-bilangan Kitab PL seperti yang ada sekarang ini, tidak lebih dan tidak kurang.

Inilah kebenaran asasi mengenai Kanon PL dan asal usulnya. Dan apa yang telah dikatakan di atas mengandung gagasan, bahwa Allah menyediakan Kanon, Ia memakai manusia sebagai alat-Nya; perbuatan- perbuatan dan pemikiran-pemikiran manusia turut berperan dalam seluruh proses ini. Karena itu timbul persoalan. Apakah yang kita ketahui mengenai perbuatan-perbuatan dan penalaran manusia itu? Sejak kapan Kanon ini atau bagian-bagiannya diakui kanonik? Bagaimana cara pengumpulan Kitab-kitab kudus itu? Pengaruh siapa yang berperan dan menentukan dalam tahapan-tahapan perkembangannya yang bermacam-macam?

Data-data berikut perlu guna menjawab persoalan-persoalan itu. Tapi baiklah di perhatikan, bahwa data-data itu sedikit sekali, justru tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat dimaklumi, sebab tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat di maklumi, sebab itu diperlukan badan atau lembaga berwibawa seperti itu yang harus mendapat peranan besar dalam perumusannya. Alkitab memiliki wibawanya bukan dari pernyataan- pernyataan gerejawi, juga bukan dari wibawa manusia apa pun.

Alkitab bersifat autopistos, 'membuktikan sendiri keotentikannya' dengan menyinarkan sendiri wibawa ilahinya. Karena kesaksian Roh Kudus maka orang di mampukan menjadi cakap menangkap terang ini. Seperti dikatakan oleh Confessio Belgica (Pengakuan Iman Gereja-gereja di Nederland), art 5, 'Kita percaya tanpa sedikit meragukan segala sesuatu yang tercakup di dalamnya; bukan karena gereja menerimanya dan menganggapnya demikian, tapi khususnya Roh Kudus memberi kesaksian di dalam hati kita, bahwa kitab-kitab itu datangnya dari Allah'(bdn Westminster Confession, I, 4, 5). Konsili-konsili gereja dan badan- badan yang berwibawa lainnya telah mengambil kesimpulan mengenai kanon itu, dan pertimbangan-pertimbangan ini memang mempunyai fungsi penting dalam menjadikan Kanon itu diakui. Tapi bukan suatu konsili gereja, juga bukan wibawa manusia apa pun yang lain, yang membuat Kitab-kitab dari Alkitab itu menjadi Kanon atau yang memberikan wibawa ilahi kepadanya. Kitab-kitab itu pada dirinya memiliki sendiri dan menggunakan sendiri wibawa ilahinya sebelum badan-badan seperti itu membuat pernyataan mereka; wibawa kitab-kitab itu diakui dikelompok besar ataupun kelompok kecil. Konsili-konsili gerejawi tidak memberikan wibawa ilahi kepada Kitab-kitab itu, tapi mereka justru beroleh dan mengakui bahwa Kitab-kitab itu memiliki wibawa dan menggunakannya.



III. Pengakuan terhadap masing-masing Kitab


Kita akan membicarakan data-data yang disajikan sendiri oleh PL, berkaitan dengan pengumpulan dan pengakuan terhadap Kitab-kitab itu. Dalam rangka ini kita akan mengikuti urutan Kitab-kitab itu sesuai Alkibar Ibrani. Sambil lalu baiklah mengamati bahwa kehadiran beberapa dari kitab itu secara tersendiri, berkaitan dengan pekerjaan pengumpulan yang mendahuluinya. Hal ini menjadi amat jelas, antara lain, dengan Mazmur (lihat ump Mazmur 75:20) dan Amos (lih ump Amsal 25:1).


a. Taurat

Sedini zaman Musa, pengumpulan hukum Taurat disertai pelestariannya dalam bentuk tertulis. Seperti nampak dari Kel. 24:4-7, Musa membuat 'kitab perjanjian' dan orang-orang mengakui wibawa ilahinya. Ul.31:9- 13 (lih juga ay 24 dab) memberitakan bahwa Musa menulis 'hukum Taurat itu', yakni inti UI, dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan, bahwa wibawa ilahinya akan diakui sampai jauh di masa depan. Perlu diperhatikan, di sini telah dinubuatkan bahwa umat itu akan sering gagal untuk mengakui wibawa ilahi itu. Banyak kesaksian menunjukkan bahwa sepanjang sejarah Israel, Taurat Musa dipandang sebagai tolok ukur ilahi bagi iman dan hidup (ump Yos 1:7,8; 1Raj 2:3; 2Raja 14:6, dab). Kita tidak tahu pasti bilamana Pentaeukh (Kitab Lima Jilid) lengkap seutuhnya, tapi boleh dianggap, bahwa sejak awal telah dihormati berwibawa tinggi. Pentateukh berisi hukum Taurat yang diberikan Allah kepada Israel dengan perantaraan Musa, dan sebagai tambahan, laporan tentang awal sejarah Israel, yakni perlakuan Allah terhadap umat pilihanNya. Dua catatan dapat ditambahkan.

1. Pada zaman dahulu orang tidak memperlakukan Kitab-kitab yang dianggap Kudus sebagaimana kita memperlakukannya sekarang. Dalam beberapa kitab ada bagian-bagian--kecil atau besar--yang dianggap tambahan dari zaman yang lebih kemudian. Satu hukum dapat diganti dengan hukum lain, karena keadaan-keadaan yang berubah mengharuskan kebijaksanaan itu (bnd Bil. 26:52-56 dengan 27:1-11;36; dan bnd Bil. 15:22 dab dengan Im 4). Sekalipun demikian, jelas orang Israel sangat berhati-hati dalam memperlakukan naskah-naskah tertulis yang berisi sejarah Israel atau hukum-hukum mereka. Penambahan atau perubahan agaknya terbatas dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berwenang berbuat demikian karena jabatan mereka. Sekedar catatan bernada lebih umum dapat diberikan: kenyataan bahwa orang Israel sangat hati-hati memperlakukan tulisan-tulisan kudusnya nampak dari cara para penulis PL memakai sumber-sumber mereka. Mereka tidak memperlakukan seperti para penulis modern, tapi menyalin bagian-bagian yang perlu seharafiah mungkin.

2. PL mencatat bahwa pada dua kesempatan, orang Israel dengan tulus berjanji untuk mentaati kitab Taurat yang diberikan Allah dengan perantaraan Musa, yakni pada pemerintahan Yosua (2Raj. 22, 23; 2Taw. 34, 35; 'kitab Taurat' mungkin berarti Kitab UI) dan pada zaman Ezra dan Nehemia (Ezr. 7:6, 14; Neh. 8-10; 'kitab Taurat' di sini mungkin berarti seluruh Pentateukh).


b. Nabi-nabi

Tiga faktor khusus memberi sumbangan kepada pengakuan terhadap 'nabi- nabi terdahulu' (Yos, Hak, Sam, Raj) sebagai Kitab-kitab yang berwibawa. Pertama, Kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap umat-Nya yang telah dipilih-Nya. Kedua, Kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap pilihan-Nya itu dalam jiwa hukum Taurat dan para Nabi-nabi. Ketiga, para penulis Kitab itu tentu adalah penjabat khusus, dalam arti setidak-tidaknya demikian. Menarik sekali membaca Yosua 24:26, bahwa beberapa tambahan kemudian diberikan kepada 'kitab perjanjian Allah', yang anaknya ialah kitab hukum Taurat yang disebutkan dalam Ul. 31:24, dab.

Karena sifatnya khas maka tulisan 'nabi-nabi yang kemudian' (Yes, Yer, Yeh dan ke-12 'Nabi-nabi kecil') dihormati berwibawa sejak semula oleh kelompok kecil atau besar. Bahwa nubuat-nubuat mereka mengenai bencana digenapi dalam Pembuangan, secara pasti mendampakkan peluasan wibawa mereka. Fakta bahwa seorang nabi kadang-kadang mengutip nabi lain, jelas menyatakan bahwa mereka mengakui wibawa nabi terdahulu itu. Justru lebih dari sekali seorang nabi memarahi Israel karena mereka tidak mendengarkan para nabi yang mendahuluinya (bnd Za. 1:4 dab; Hosea 6:5, dst). Yesaya 34:16 agaknya menyebut gulungan yang di dalamnya dituliskan nubuat-nubuat Yesaya dan disebut sebagai 'kitab Tuhan'. Daniel 9:2 menyebut 'kumpulan Kitab' yang dengannya jelas dimaksudkan kumpulan tulisan nabi-nabi, di antaranya termasuk nubuat- nubuat Yeremia. Dari hubungannya jelas bahwa tulisan para nabi ini dihormati sebagai memiliki wibawa ilahi.


c. Tulisan-tulisan

Bagian ketiga dari Kanon Ibrani berisi Kitab-kitab yang sifatnya berbeda-beda, sehingga beberapa dari antara kitab itu dihormati sebagai tulisan kudus. Mengenai Kid sering dikemukakan, bahwa tempatnya di dalam Kanon adalah disebabkan oleh penafsiran alegoris yang dikenakan kepadanya. Tapi keterangan ini tak dapat dibuktikan. Pertama, penempatan demikian bermula pada suatu konsepsi yang keliru tentang 'kanonisasi' (lih butir II di atas). Kedua, sekalipun seandainya Kid belum lengkap seutuhnya sebelum Zaman Pembuangan, namun kitab itu masih memuat bahan-bahan kuno (ump Kid. 6:4). Tiada alasan untuk menyangkal kemungkinan, bahwa pada zaman kuno kidung-kidung cinta ini, yang di dalamnya Salomo menjadi salah seorang tokoh utama, pada dasarnya dipandang tulisan kudus. Akhirnya, seruan bagi pengakuan-pengakuan formal dalam kepustakaan Yahudi (ump di Aboth de- Rabbi Nathan, 1) adalah lemah, karena pengakuan-pengakuan formal itu tidak berasal dari zaman.

Tak perlu mempersoalkan mengapa Mazmur dihormati sebagai tulisan kudus. Banyak dari mazmur mungkin berfungsi sebagai rumusan-rumusan bagi tempat kudus; Daud memberi sumbangan penting dalam penulisan mazmur; beberapa mazmur bernada nubuat (ump Mazmur 50; 81; 110), mengenai Kitab-kitab hikmat, diantaranya Amsal dan Pengkotbah dan, sampai taraf tertentu, Ayub, baiklah diingat, bahwa hikmat dan khususnya kuasa untuk berbuat sebagai guru hikmat, dipandang sebagai kekecualian anugerah Allah (bnd 1Raj. 3:28; 4:29; Ayb. 38, dab; Mzm. 49:1-4; Ams. 8; Pengkotbah 12:11, dst).

Kenyataan bahwa banyak Amsal berasal dari Salomo tentu telah memberi sumbangan bagi pengakuan amsal. Pengamatan-pengamatan yang sama seperti di lakukan dibutir (b) di atas, dapat diterapkan atas Kitab- kitab historis dan nabiah: Ezr, Neh, Rut, Est dan Rat. Halnya sama dengan kedua Kitab Tawarikh, yang sekalipun dengan cara yang berbeda dengan Kitab Raja-Raja, namun ditulis dalam jiwa hukum Taurat dan Nabi-nabi.

Sajian di atas tentu sama sekali tidak menjawab segala persoalan yang mungkin timbul. Marilah kita bahas salah satu dari persoalan itu. Mengapa sumber-sumber yang dipakai bagi penulisan Tawarikh tidak dimasukkan ke dalam Kanon? Benar, bahwa beberapa kitab yang ada selama waktu penulisan Kitab-kitab PL telah hilang, ump 'Kitab Orang Jujur' (Yos. 10:13; 2Sam.1:18). Tapi bertalian dengan sumber-sumber Tawarikh persoalan lebih gawat dan hangat, karena Kitab-kitab sumber data itu ada selama waktu penyusunan Tawarikh, dan karena Kitab-kitab sumber itu ditulis, paling sedikit sebagian, oleh nabi-nabi (ump 1 Taw. 29:29; 2Taw. 9:29; 32:32). Kita harus menganggap bahwa kitab-kitab itu - atau apakah itu satu kitab? - diungguli dan diganti oleh Tawarikh.


Sumber :
J.D. Douglas, Ed., ENSIKLOPEDI ALKITAB MASA KINI; Jilid A-L : Kanon Perjanjian Lama, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 1993, 1994, Halaman : 510-511.

1 komentar: