1. PENGERTIAN/DEFINISI "KANON"
Untuk mengerti lebih jelas apa yang dimaksud dengan Kanon Alkitab
PL, marilah terlebih dahulu kita mempelajari pengertian kata "Kanon".
a. Arti Etimologis
"Kanon" berasal dari kata Yunani 'kanon', artinya "buluh". Karena
pemakaian buluh dalam kehidupan sehari-hari jaman itu adalah untuk
mengukur, maka kata "kanon" dipastikan memiliki arti harafiah sebagai
batang tongkat/kayu pengukur atau penggaris. (Yeh. 40:3; 42:16 = tongkat
pengukur)
b. Arti Figuratif
Namun demikian kata "kanon" juga memiliki arti figuratif sebagai
peraturan atau standard norma (kaidah) dalam hal etika, sastra, dsb.
c. Arti Teologis
Dalam sejarah gereja abad pertama kata "kanon" dipakai untuk
menunjuk pada peraturan atau pengakuan iman. Tetapi pada pertengahan
abad keempat (dimulai oleh Athanasius), kata ini lebih sering dipakai
untuk menunjuk pada Alkitab yang memiliki dua arti, yaitu:
1. Daftar naskah kitab-kitab, yang berjumlah 66 kitab, yang telah
memenuhi standard peraturan-peraturan tertentu, yang diterima oleh
gereja sebagai kitab kanonik yang diakui diinspirasikan oleh Allah.
2. Kumpulan kitab-kitab, yang berjumlah 66 kitab, yang diterima
sebagai Firman Tuhan yang tertulis, yang berotoritas penuh (menjadi
patokan= Gal. 6:16) bagi iman dan kehidupan manusia.
2. SEJARAH KANON PL
Kanon PL tidak mengalami banyak kesulitan untuk diterima karena pada
waktu kita-kitab PL itu selesai ditulis, saat itu juga langsung
diterima sebagai kitab-kitab yang memiliki otoritas yang diinspirasikan
oleh Allah. Kitab-kitab (yang berupa gulungan- gulungan) disimpan
bersama-sama dengan Tabut Perjanjian yaitu di Kemah Tabernakel dan
kemudian dibawa ke Bait Allah. Para imam memelihara kitab-kitab itu dan
mereka juga yang membuat salinan- salinannya apabila diperlukan. Ul.
17:18; 31:9; 24:26; 1 Sam. 10:25; 2 Raj. 22:8; 2 Taw. 34:14
Pada waktu bangsa Yahudi dibuang ke tanah Babel, dan Yerusalem
dihancurkan pada tahun 587 SM, kitab-kitab itu dibawa bersama-sama ke
tanah pembuangan (Dan. 9:2). Pusat ibadah mereka kini bukan lagi Bait
Allah di Yerusalem, tetapi beralih kepada kitab-kitab yang berotoritas
itu. Setelah pembangunan kembali Bait Allah, kitab- kitab itupun tetap
dipelihara dan dipindahkan ke tempat yang baru. (Ezr. 7:6; Neh. 8:1;
Yer. 27:21-22).
Penyusunan seluruh kitab-kitab PL selesai pada tahun 430SM. Menurut
tradisi diakui bahwa imam Ezralah yang memainkan peranan penting dalam
proses pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab PL ini. Selain kitab-kitab
Pentateuk (Kejadian sampai Ulangan) yang sangat dihargai, kitab-kitab
para nabi juga biasa dibaca dalam ibadah Yahudi (di sinagoge), juga pada
waktu jaman PB (Luk. 4:16-19).
Pada tahun 90M para ahli Taurat dan pemimpin bangsa Yahudi melakukan
persidangan di Yamnia. Salah satu keputusan yang diambil dalam
persidangan itu adalah penerimaan Kanon PL, yaitu 39 kitab sebagai Kanon
Alkitab PL (seperti yang kita pakai sekarang). Jadi penetapan itu
sebenarnya hanya memberikan pengakuan akan kitab- kitab yang memang
sudah lama dipakai dalam ibadah orang Yahudi.
3. Pembentukan Kanon PL
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa pada umumnya kitab-kitab
PL langsung diterima sebagai kitab yang berotoritas. Namun demikian
bukan berarti tidak ada proses pembentukan sampai akhirnya kitab- kitab
itu dikanonkan. Paling tidak ada 4 tahap yang dikenal dalam proses
pembentukan kanon kitab PL:
a. Ucapan-ucapan yang Berotoritas
Prinsip pengkanonan kitab dimulai ketika bgs. Israel menerima 10
perintah/hukum-hukum dari Tuhan melalui Musa di gunung Sinai.
Perintah-perintah itu disampaikan kepada Musa sebagai perkataan (ucapan)
Tuhan yang memiliki otoritas penuh. Dan umat Tuhan yang menerima
Perintah-perintah itu wajib tunduk kepada wewenangnya, bahkan
generasi-generasi berikutnya juga tunduk pada otoritas Perkataan Tuhan
itu.
b. Dokumen (Tertulis) yang Berotoritas
Agar Perintah/Perkataan Tuhan itu menjadi warisan yang akan menuntun
generasi-generasi berikutnya, maka Musa secara teliti menjabarkannya
(memberikan tambahan penjelasan) dalam bentuk tulisan (Kel. 24:3), lalu
umat Lewi diperintahkan untuk menyimpan tulisan/dokumen itu di samping
Tabut Perjanjian Allah (Ul. 31:24- 26). Demikian juga dengan
perkataan-perkataan Tuhan lain yang Tuhan sampaikan sepanjang sejarah
bangsa Israel melalui nabi-nabi-Nya, Tuhan seringkali memerintahkan agar
apa yang Tuhan ucapkan itu dituliskan untuk menjadi peringatan bagi
umat-Nya. (Ul. 31:19, Yes. 30:2; Hos. 2:2). Tulisan-tulisan itu menjadi
dokumen-dokumen yang sangat berotoritas, karena di sanalah bangsa Israel
telah diikat dalam perjanjian (covenant) dengan Allah sebagai bangsa
umat pilihan-Nya.
c. Kumpulan Tulisan yang Berotoritas
Menurut tradisi, selama ratusan tahun, tulisan/dokumen-dokumen yang
berotoritas itu dikumpulkan sebagai kitab-kitab Ibrani, yang dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Kitab-kitab Hukum (5 Kitab Pentateuk)
2. Kitab-kitab Nabi-nabi (Nabi Besar dan Nabi Kecil)
3. Kitab-kitab Mazmur/Ucapan Bijaksana (Mazmur, Amsal, dll.)
Pengelompokan ini mungkin sekaligus menunjukkan bagaimana tahap-
tahap pembentukan kanon itu terjadi, sesuai dgn. pokok bahasannya. Namun
demikian prosedur penyortiran tulisan-tulisan itu memang tidak jelas.
Yang dapat diketahui hanyalah bahwa para pemuka agama Yahudi dengan
dipimpin oleh Roh Allah menyepakati pilihan kumpulan tulisan itu sebagai
tulisan-tulisan yang berotoritas yang harus diterima oleh seluruh umat.
d. Kanon yang Diresmikan
Sebagian besar Tulisan-tulisan yang berotoritas (yang sudah
dikelompokkan di atas) telah ditulis dan dikumpulkan sesudah masa
Pembuangan yaitu kira-kira thn. 550 SM (sebelum Masehi). Namun
Pengesahan pengelompokan "Kanon Ibrani" itu dikenal baru sesudah thn.
150 SM. Kemungkinan besar Kanon inilah yang juga dikenal oleh masyarakat
Yahudi pada jaman Yesus, karena Yesus menyebutkan: "dalam kitab Taurat
Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur" (Luk. 24:44).
Suatu Konsili di Yamnia pada thn. 90 M, yang dihadiri oleh tokoh-
tokoh utama agama Yahudi (rabi), melalui suatu konsensus bersama,
akhirnya memberikan penetapan terhadap Kanon PL yang terdiri dari 39
kitab (sama dengan yang dimiliki dalam Alkitab agama Kristen).
4. PENERIMAAN KANON PL
Istilah penerimaan Kanon PL lebih disukai dari pada penetapan Kanon
PL, karena memang pada dasarnya manusia/gereja hanya menerima
kitab-kitab PL tsb. sebagai tulisan-tulisan yang berotoritas. Adapun
dasar penerimaan "Kanon PL" adalah sbb.:
a. Adanya bukti dari dalam Alkitab sendiri.
Alkitab memberikan kesaksian bahwa perkataan-perkataan yang ditulis
bukan berasal dari manusia, seperti dikatakan: "Beginilah Firman
Tuhan......" atau "Tuhan berkata....."
b. Ditulis oleh orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Allah.
Pada umumnya penulis-penulis kitab PL adalah mereka yang ditunjuk
oleh Allah dan menduduki jabatan seperti imam, nabi, hakim, dan raja.
c. Pengaruh kuasa Allah dalam tulisan-tulisannya.
Perkataan ilahi yang dituliskan mempunyai kuasa untuk memberikan pengajaran kebenaran yang mengubah hidup manusia.
d. Adanya bukti tentang keaslian naskah dan tulisannya.
Bukti-bukti arkeologi memberikan dukungan akan keotentikannya.
e. Secara aklamasi diterima oleh umat Allah secara luas.
Otoritas tulisan tsb. diakui oleh para pemimpin masyarakat keagamaan Ibrani melalui pimpinan Roh Allah.
5. SUSUNAN KANON KITAB PL
PEMBENTUKAN KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Perjanjian Lama disusun selama periode seribu tahun lebih yang kira-
kira dimulai sekitar pertengahan milenium kedua sampai ke pertengahan
milenium pertama SM. Walaupun Perjanjian Baru menguraikan bahwa Allah
adalah pengarang Perjanjian Lama dengan ilham Roh Kudus (2Timotius
3:16), paling tidak empat puluh orang telah disebut sebagai penulisnya.
Teks Perjanjian Lama semula dicatat dalam dua bahasa, bahasa Ibrani
klasik atau alkitabiah dan bahasa kerajaan Aram (Kejadian 31:47; Yeremia
10:11; Ezra 4:8 - 6:18; 7:12-26 saja). Di antara para penulis kuno itu
terdapat tokoh-tokoh Alkitab yang terkenal seperti Musa, Daud, dan
Salomo. Penulis-penulis yang kurang dikenal termasuk wanita-wanita
Ibrani seperti Debora (bandingkan Hak. 5:1) dan Miriam (bd. Keluaran
15:20-21) serta orang bukan Ibrani seperti Agur dan Lemuel (bd. Amsal
30:1; 31:1). Perjanjian Lama terdiri atas empat gaya atau jenis sastra
dasar, termasuk hukum, kisah sejarah, syair, dan perkataan nubuat.
TEKS DAN TRANSMISI
Tulisan Dalam Masa Timur Dekat Kuno
Sistem tulisan paling awal yang dimiliki oleh manusia telah ada
sebelum 3000 SM dan dibuktikan dalam kehidupan masyarakat kuno baik di
Mesir maupun di Mesopotamia. Tingkat awal dalam pengembangan tulisan
adalah piktogram, di mana gambar-gambar melambangkan obyek-obyek
material yang sama (gambar 2.1). Akhirnya piktogram berkembang menjadi
ideogram di mana simbol-simbol gambar mengetengahkan ide-ide juga.
Seiring dengan perjalanan waktu, piktogram dan ideogram ini menjadi
lebih abstrak (sejenis steno atau tulisan cepat) dan menandakan kata
(logogram) dan suku kata. Tingkat terakhir dari tulisan merupakan
peralihan dari sistem penulisan suku kata kepada tulisan bersifat abjad,
di mana satu simbol melambangkan satu huruf dari sistem penulisan
abjad.
Bahasa Ibrani dari Perjanjian Lama adalah suatu sistem penulisan
abjad dan tergolong sebagai bahasa Semit Barat Laut yang berbeda dengan
sistem penulisan suku kata dari Asyur dan Babilonia di Mesopotamia
(gambar 2.2). Bahasa Ibrani dan Fenisia, Moab, Amon Edom, dan Ugarit
semuanya adalah dialek abjad yang diperoleh dari suatu sistem bahasa
abjad proto-Semit yang lazim (lihat Yesaya 19:18, di mana nabi menyebut
bahasa Ibrani sebagai suatu dialek orang Kanaan).
Bahan-bahan untuk Tulis
Berbagai macam bahan dipergunakan sebagai permukaan untuk menulis
oleh bangsa-bangsa dari Timur dekat kuno. Berbagai inskripsi penting
terpelihara di tembok-tembok batu dan lempengan-lempengan batu (lihat
daftar ilustrasi). Misalnya, inskripsi Behistun yang tersohor dalam tiga
bahasa dari Raja Darius dari Persia itu digoreskan ada permukaan batu
dari sebuah tebing. Batu Roseta dan batu Moab merupakan contoh- contoh
lain yang terkenal dari dokumen-dokumen yang diukirkan pada batu padat.
Perjanjian Lama menunjukkan bahwa Dekalog (Sepuluh Hukum) dituliskan
pada "loh-loh batu" (Keluaran 32:15-16) dan bahwa kemudian Yosua membuat
salinan dari Hukum Musa di atas batu (Yosua 8:32).
Bahan-bahan kuno lain untuk tulis menulis termasuk lempengan tanah
liat dan kayu (terutama di Mesopotamia, tetapi juga dikenal di Siro-
Palestina di Ebla dan Ugarit, bdg Yesaya 30:8; Habakuk 2:2), manuskrip
dan kitab gulungan dari papirus (dipergunakan mulai dari milenium ketiga
sampai milenium pertama SM, bdg. Ayub 8:11, Yesaya 18:2), dan perkamen
kulit binatang yang disamak). (Kitab gulungan Yeremia yang dibakar oleh
Raja Yoyakim mungkin merupakan papirus atau perkamen bdg. Yeremia 36:2).
Ostraka (pecahan-pecahan tembikar) biasanya dipergunakan sebagai bahan
untuk tulis yang bukan hanya berlimpah ruah tetapi juga tidak mahal di
seluruh wilayah Timur Dekat Kuno, kendatipun bahan itu tidak disebut
dalam Perjanjian Lama. Kitab gulungan logam yang ditempa kadang-kadang
dipergunakan untuk suatu tujuan khusus. (Sebuah kitab gulungan tembaga
ditemukan di antara tulisan-tulisan yang ditinggalkan dalam gua-gua
sepanjang Laut Mati oleh masyarakat Qumran; lihat pasal 5 untuk suatu
uraian tentang kitab-kitab gulungan Laut Mati.
Perjanjian Lama tidak menyebut penggunaan tinta untuk menulis pada
kitab gulungan, tetapi menulis mengenai besi pengukir atau pena besi
(Ayub 19:24; Yeremia 17:1), pena buluh (Yeremia 8:8), pisau raut untuk
menajamkan pena (Yeremia 36:23), dan tempat tinta (Yeremia 36:18)
sebagai alat-alat yang dipergunakan untuk menulis. Sifat dari proses
penyalinan dengan tangan dalam dunia kuno sangat mengutamakan
pendengaran, penghafalan, dan pembacaan dokumen-dokumen di hadapan umum -
karena itu Perjanjian Lama selalu menekankan hal "mendengarkan" firman
Tuhan. Menyebarluaskan perkataan yang tertulis juga menyebabkan
diperlukannya pelayan-pelayan seperti pelari cepat pembawa kabar,
bentara yang mengumumkan berita, dan juru tulis (bdg. 2Samuel 18:19- 23;
Daniel 3:4).
Para Juru Tulis Perjanjian Lama
Pengembangan sistem menulis di Timur Dekat Kuno menyebabkan
munculnya golongan juru tulis yang profesional. Hal ini juga berlaku
bagi masyarakat Ibrani pada zaman Perjanjian Lama. Di Israel pada masa
sebelum pembuangan para sekretaris atau panitera negara merupakan tokoh
penting baik di bidang keagamaan maupun di pemerintahan sipil (lihat
2Samuel 8:16-17; 20:23-26).
Selama zaman kerajaan-kerajaan Ibrani para juru tulis sedikit banyak
berfungsi sebagai "diplomat" karena keahlian mereka dalam bahasa-
bahasa dan kesusastraan pada waktu itu memudahkan hubungan surat-
menyurat secara internasional (bdg. 2Raja-Raja 18:18-26). Para juru
tulis ini juga menulis surat-surat pribadi dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum (misalnya, Yesaya 50:1;
Yeremia 36:18) dan mencatat data yang sah mengenai kemiliteran dan
keuangan untuk kerajaan (bdg. 1Raja-Raja 4:3; 2Raja-Raja 22:3-4;
2Tawarikh 24:11; 26:11). Orang -orang Lewi juga melayani sebagai juru
tulis dan pencatat untuk Bait Allah (2Tawarikh 34:13,15).
Sesudah kejatuhan kerajaan Ibrani golongan juru tulis pada masa
pasca pembuangan Israel semata-mata dihubungkan dengan Bait Allah dan
fokus pekerjaan mereka lebih dipersempit. Para juru tulis Bait Allah ini
pada dasarnya adalah cendekiawan yang mengabdikan diri mereka untuk
menyalin, melestarikan, menerbitkan, dan menafsirkan Hukum Musa. Ezra
sering kali disebut sebagai pelopor dari golongan ahli kitab atau ahli
Taurat ini (Ezra 7:1-10). Pada masa Perjanjian Baru, para ahli Taurat
merupakan suatu golongan agama dan politik yang berpengaruh di kalangan
Yudaisme. Mereka merupakan penentang utama dari pelayanan Yesus, menuduh
Dia telah melanggar hukum-hukum Yahudi (bdg. Matius 23:2).
Teks dan Berbagai Versi Perjanjian Lama
Naskah-naskah yang paling awal dari Perjanjian Lama ditulis dalam
dua puluh dua huruf konsonan dari abjad Ibrani. Tulisannya diatur dalam
baris-baris berlajur tanpa disertai pemisahan kata-kata untuk menghemat
tempat. Para ahli kitab melanjutkan pemindahan teks-teks konsonan itu
sampai pada zaman para Masoret (kira-kira tahun 500-900 TM). Para
Mazoret adalah cendekiawan dan ahli kitab Yahudi yang memperbaiki
pembagian kata-kata dan menambahkan huruf hidup atau tanda huruf hidup,
tanda baca, dan pembagian ayat pada Perjanjian Lama Ibrani. Sekarang ini
teks Ibrani Perjanjian Lama disebut teks Masoret (MT), yang menunjukkan
pentingnya sumbangan para Masoret pada pemeliharaan Alkitab Ibrani.
Di samping catatan-catatan di pinggir halaman yang dibuat oleh para
Masoret yang menunjukkan peningkatan atau pembetulan versi dari kata-
kata atau ayat-ayat, maka perkembangan-perkembangan yang terjadi
kemudian dalam Alkitab Ibrani meliputi pembagian tambahan dari kitab-
kitab Perjanjian Lama ke dalam pasal-pasal. Pertama kalinya
diperkenalkan dalam Alkitab bahasa Latin oleh Stephen Langdon (1150-
1228), pembagian pasal-pasal dipergunakan di Alkitab Ibrani dalam tahun
1518 (Edisi Bomberg). Pasal-pasal diberi nomor dalam Alkitab Ibrani oleh
Arius Montanus (sekitar tahun 1571), sedangkan cara ini sudah dipakai
dalam Perjanjian Lama edisi Latin (sekitar 1555).
Perubahan nasib dalam sejarah dan politik yang dialami bangsa Israel
mengharuskan penerjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa- bahasa lain.
Beberapa versi kuno ini masih tersedia dalam bentuk manuskrip dan
dianggap sebagai saksi-saksi penting sehubungan dengan teks Perjanjian
Lama Ibrani. Versi yang lebih penting lagi termasuk Pentateukh versi
Samaria (Alkitab orang Samaria yang tanggalnya ditentukan sekitar abad
keempat atau kelima SM), Targum versi Aram (saduran pra-Kristen dari
Perjanjian Lama dalam bahasa Aram, bahasa pergaulan dari zaman Babilonia
dan awal zaman Persia, bdg. Neh. 8:8). Septuaginta Yunani (hasil
tambahan dari dampak Helenisme pada bangsa Yahudi, sekitar tahun 250
SM), Vulgata Latin dari Hieronimus (382-405 TM) dan Pesyita Siria
(sekitar tahun 400 Tm).
Kritik Teks
Penyalinan dan penerjemahan Perjanjian Lama Ibrani selama
berabad-abad telah melipatgandakan jumlah naskah yang tersedia sehingga
terdapat beribu-ribu salinan yang masih ada dalam bahasa yang
berbeda-beda dari berbgai periode. Dengan sendirinya proses penyalinan
yang terus dilakukan dengan tangan menyebabkan terjadinya berbagai
kekeliruan transmisi. Kekeliruan-kekeliruan dari penglihatan,
pendengaran, tulisan, daya ingat dan penilaian manusia ini disebut
sebagai varian (ejaan atau bunyi yang berbeda-beda dari kata yang sama)
atau bacaan yang berbeda dari teks.
Kritik teks, atau kritik rendah terhadap penulisan Alkitab adalah
ilmu pengetahuan perbandingan naskah. Tujuan penelitian naskah adalah
menetapkan atau memulihkan teks tertulis Perjanjian Lama sedapat mungkin
kepada bacaannya yang asli. Praktik atau metodologi penelitian naskah
termasuk mengumpulkan, menyortir, dan mengevaluasi bacaan- bacaan yang
berbeda-beda dari ayat atau bagian tertentu di Alkitab, kemudian
dilanjutkan dengan menilai bukti naskah itu untuk memilih bacaan yang
paling cocok dari teks yang diteliti atas dasar data yang tersedia (bdg.
catatan tepi dalam Alkitab bahasa Inggris modern di 1Samuel 13:1, di
mana penelitian naskah digunakan untuk memperbaiki angka yang
menunjukkan lama pemerintahan Raja Saul).
Sepatah kata peringatan diperlukan di sini, agar kita tidak
disesatkan oleh orang-orang yang menekankan berbagai varian dalam
naskah-naskah Perjanjian Lama sebagai bukti yang menentang integritas
dan kebenaran Alkitab. Mengingat usianya yang sudah berabad-abad,
Perjanjian lama sebenarnya berada dalam keadaan terpelihara yang sangat
baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh prosedur penyalinan yang
cermat sekali dari para ahli kitab Ibrani dan Kristen, penyaluran
naskah-naskah Alkitab ke mana-mana sejak awal, dan sikap hormat dan
komitmen terhadap Alkitab sebagai "Firman Allah yang diilhami" baik oleh
orang Ibrani maupun orang Kristen selama berabad-abad. Yang sama
pentingnya adalah pekerjaan Roh Kudus, yang mengilhami penulis manusia,
menerangi para pembacanya, dan menjadi pengawas dalam proses kanonisasi.
Sumber :
Andrew E. Hill & John H. Walton, SURVEI PERJANJIAN LAMA :
Pembentukan Kitab-kitab Perjanjian Lama, Gandum Mas, 1991, Halaman : 19 –
27
-----
6. SUSUNAN PERJANJIAN LAMA (KANON)
Dalam mempelajari setiap buku, sangat penting kita mengetahui
susunan isinya. Demikian juga untuk Alkitab, dan dalam hal ini perlu
diketahui suatu istilah, yaitu "kanon", yang berarti "susunan kitab-
kitab Alkitab" atau "daftar isi Alkitab". Ada dua kanon Perjanjian Lama
yang penting, yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sebenarnya
sama, hanya susunan kitab-kitabnya yang berbeda.
Kanon Ibrani ialah daftar isi yang berlaku untuk Alkitab dalam
bahasa Ibrani. Kanon Ibrani itu terdiri dari 24 kitab, yang dibagi atas
tiga kelompok sebagai berikut:
KANON IBRANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA IBRANI
1. TAURAT (bahasa Ibrani: torah)
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan
2. NABI-NABI (bahasa Ibrani: nevi'im)
(a) Nabi-nabi yang dahulu
6. Yosua
7. Hakim-hakim
8. Samuel
9. Raja-raja
(b) Nabi-nabi yang kemudian
10. Yesaya
11. Yeremia
12. Yehezkiel
13. 12 nabi
3. KITAB-KITAB (bahasa Ibrani: ketuvim)
14. Mazmur
15. Amsal
16. Ayub
17. Kidung Agung
18. Rut
19. Ratapan
20. Pengkhotbah
21. Ester
22. Daniel
23. Ezra-Nehemia
24. Tawarikh
Yesus menyebut ketiga bagian kanon Ibrani dalam Lukas 24:44 (bagian
ketiga disebut "Mazmur", sesuai dengan nama kitab yang pertama dan
terpenting dalam bagian itu). Dalam Matius 23:35 Dia menyebut dua
pembunuhan, yaitu yang pertama dan yang terakhir dilaporkan dalam kanon
Ibrani (Kej 4:8; 2Taw 24:20-21). Agaknya Yesus membaca Alkitab dalam
bahasa Ibrani dan mengenal Kanon Ibrani, sebagaimana biasa di antara
orang-orang Yahudi di Palestina pada zaman itu.
Kanon Yunani berlaku untuk Alkitab berbahasa Yunani dan juga dipakai
untuk Alkitab dalam bahasa Indonesia. Dalam Kanon Yunani beberapa kitab
yang terdiri dari lebih dari satu bagian dihitung sesuai dengan jumlah
bagian tersebut, misalnya Kitab Samuel menjadi 39, yang dibagi atas
empat kelompok sebagai berikut:
KANON YUNANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA YUNANI/INDONESIA
1. TAURAT
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan
2. SEJARAH (a) Sejarah yang pertama
6. Yosua
7. Hakim-hakim
8. Rut
9. 1Samuel
10. 2Samuel
11. 1Raja-raja
12. 2Raja-raja
(b) Sejarah yang kedua
13. 1Tawarikh
14. 2Tawarikh
15. Ezra
16. Nehemia
17. Ester
3. SASTRA
18. Ayub
19. Mazmur
20. Amsal
21. Pengkhotbah
22. Kidung Agung
4. NUBUAT
(a) Kitab-kitab nabi besar
23. Yesaya
24. Yeremia
25. Ratapan
26. Yehezkiel
27. Daniel
(b) Kitab-kitab nabi kecil 28. Hosea
29. Yoel
30. Amos
31. Obaja
32. Yunus
33. Mikha
34. Nahum
35. Habakuk
36. Zefanya
37. Hagai
38. Zakaria
39. Maleakhi
Kalau kita membandingkan Kanon Ibrani dengan Kanon Yunani, ternyata
bahwa urutan kitab-kitab adalah sama dalam kedua kanon untuk kelompok
kitab yang merupakan dasar Perjanjian Lama, yakni "Taurat". Kitab- kitab
yang lain disusun menjadi tiga kelompok, sesuai dengan jenis
masing-masing kitab, yaitu sejarah, sastra dan nubuat. "Nabi-nabi yang
dahulu" sebenarnya mengandung lebih banyak sejarah daripada nubuat, maka
digolongkan sebagai sejarah. Sedangkan "Nabi-nabi yang kemudian"
kebanyakan terdiri dari nubuat-nubuat dan digolongkan dalam bagian
terakhir sebagai nubuat. Kelompok "Kitab-kitab" dibagi dalam kanon
Yunani menurut jenis masing-masing: Rut, Ester, Ezra-Nehemia dan
Tawarikh berjenis sejarah; Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung dan
Pengkhotbah dikumpulkan sebagai tulisan-tulisan sastra; dan Ratapan
serta Daniel digolongkan sebagai kitab nubuat.
Kanon Yunanilah yang dikenal oleh orang Kristen pada umumnya, karena
diikuti oleh Alkitab dalam bahasa Latin, Inggris, Indonesia dan hampir
semua terjemahan Kristen. Oleh karena itu maka kanon Yunani yang menjadi
dasar buku pengantar ini.
Perjanjian Lama boleh dilukisan sebagai suatu perpustakaan kecil,
yang terdiri dari 39 kitab pada 6 rak, sesuai dengan pembagian kanon
Yunani, sebagaimana nampak dalam gambar berikut ini:
1.4 Kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika
Kitab-kitab Perjanjian Lama yang disebut di atas adalah kitab-kitab
yang diterima oleh gereja-gereja Protestan (Reformasi). Perlu diketahui
bahwa ada juga beberapa tulisan yang diterima oleh gereja Katolik Romawi
dan termuat dalam Alkitab terbitan pihak Katolik dan dalam beberapa
Alkitab terbitan ekumenis, yaitu:
• riwayat Tobit;
• riwayat yudit;
• Kitab I dan II Makabe;
• Kebijaksanaan Salomo;
• hikmat Yesus bin Sirakh;
• Kitab Barukh serta Surat Yeremia;
• tambahan-tambahan pada Kitab Ester dan Daniel.
Tulisan-tulisan tersebut dinamakan "Apokrifa" ('tersembunyi') atau "Deuterokanonika" ('kanon yang kedua').
Pada umumnya kitab-kitab Apokrifa/Deuterokanonika dikarang sesudah
Perjanjian Lama yang lain, dan sebagian dikarang dalam bahasa Yunani,
sehingga tidak termuat dalam Alkitab bahasa Ibrani. Sewaktu Alkitab
diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) maka kitab-kitab
tersebut diikutsertakan, ditambah juga dengan beberapa tulisan lainnya.
Agama Yahudi dan gereja-gereja Prostestan hanya menerima kitab-kitab
dari Perjanjian Lama Ibrani sebagai firman Allah, sedangkan gereja
Katolik Romawi menerima juga beberapa kitab dari Septuaginta. Akibatnya,
kitab-kitab Aprokifa/Deuterokanonika dianggap sebagai buku bacaan saja
oleh gereja Protestan; sedangkan oleh gereja Katolik Romawi diakui
sebagai kitab suci.
Sumber :
Dr. David Baker, Ed., MARI MENGENAL PERJANJIAN LAMA : Susunan
Perjajian Lama (Kanon), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1997, Halaman : 15-20
-------
7. KANON PERJANJIAN LAMA
I. Nama dan Konsepsi
Kata Yunani kanon, berasal dari bahasa Semit (bnd Ibrani qaneh, Yeh.
40:3 dst). Pada mulanya berarti alat pengukur, kemudian dalam arti
kiasan berarti 'peraturan'. Kata itu mendapat tempat dalam bahasa
gerejawi. Pertama, menunjukan kepada rumusan pengakuan iman, khususnya
simbol (pengakuan) baptis, atau gereja pada umumnya. Kata kanon juga
dipakai mengacu pada peraturaran-peraturan gereja yang sifatnya
berbeda-beda, tapi hanya dalam arti 'daftar', 'rentetan'. Baru pada
pertengahan abad 4 kata itu diterapkan kepada Alkitab. Dalam pemakaian
Yunani kata 'kanon' agaknya menunjuk hanya kepada daftar tulisan-
tulisan kudus, tapi dalam bahasa Latin kata ini juga menjadi sebutan
bagi Alkitab sendiri, jadi menyatakan bahwa Alkitab menjadi patokan bagi
perbuatan yang mempunyai kuasa ilahi. Maksud yang terkandung dalam
pemakaian istilah 'Kanon PL' ialah bahwa PL adalah wujud lengkap dan
utuh dari kumpulan Kitab-Kitab yang tak boleh dikutak-kutik lagi, yaitu
Kitab-Kitab yang diilhamkan oleh Roh Allah. Dan Kitab-Kitab itu
mempunyai wibawa normatif serta dipakai sebagai patokan bagi kepercayaan
dan kehidupan kita.
II. Sifatnya membuktikan keotentikannya
Kitab-kitab PL sama dengan Kitab-kitab PB, yakni dilhamkan oleh
Allah. ILHAM, PENGILHAMAN. Tapi Roh Kudus bekerja dalam hati umat Allah,
sehingga mereka menerima Kitab-kitab itu sebagai Firman Allah, dan
menundukkan diri kepada wibaan ilahinya. Pemeliharaan Allah secara
khusus meliputi baik asal usul masing-masing kitab maupun
pengumpulannya, oleh pemeliharaan Allah secara khusus inilah maka
bilangan-bilangan Kitab PL seperti yang ada sekarang ini, tidak lebih
dan tidak kurang.
Inilah kebenaran asasi mengenai Kanon PL dan asal usulnya. Dan apa
yang telah dikatakan di atas mengandung gagasan, bahwa Allah menyediakan
Kanon, Ia memakai manusia sebagai alat-Nya; perbuatan- perbuatan dan
pemikiran-pemikiran manusia turut berperan dalam seluruh proses ini.
Karena itu timbul persoalan. Apakah yang kita ketahui mengenai
perbuatan-perbuatan dan penalaran manusia itu? Sejak kapan Kanon ini
atau bagian-bagiannya diakui kanonik? Bagaimana cara pengumpulan
Kitab-kitab kudus itu? Pengaruh siapa yang berperan dan menentukan dalam
tahapan-tahapan perkembangannya yang bermacam-macam?
Data-data berikut perlu guna menjawab persoalan-persoalan itu. Tapi
baiklah di perhatikan, bahwa data-data itu sedikit sekali, justru tidak
dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian
historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau
lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat
dimaklumi, sebab tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan
data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan
sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL.
Hal ini dapat di maklumi, sebab itu diperlukan badan atau lembaga
berwibawa seperti itu yang harus mendapat peranan besar dalam
perumusannya. Alkitab memiliki wibawanya bukan dari pernyataan-
pernyataan gerejawi, juga bukan dari wibawa manusia apa pun.
Alkitab bersifat autopistos, 'membuktikan sendiri keotentikannya'
dengan menyinarkan sendiri wibawa ilahinya. Karena kesaksian Roh Kudus
maka orang di mampukan menjadi cakap menangkap terang ini. Seperti
dikatakan oleh Confessio Belgica (Pengakuan Iman Gereja-gereja di
Nederland), art 5, 'Kita percaya tanpa sedikit meragukan segala sesuatu
yang tercakup di dalamnya; bukan karena gereja menerimanya dan
menganggapnya demikian, tapi khususnya Roh Kudus memberi kesaksian di
dalam hati kita, bahwa kitab-kitab itu datangnya dari Allah'(bdn
Westminster Confession, I, 4, 5). Konsili-konsili gereja dan badan-
badan yang berwibawa lainnya telah mengambil kesimpulan mengenai kanon
itu, dan pertimbangan-pertimbangan ini memang mempunyai fungsi penting
dalam menjadikan Kanon itu diakui. Tapi bukan suatu konsili gereja, juga
bukan wibawa manusia apa pun yang lain, yang membuat Kitab-kitab dari
Alkitab itu menjadi Kanon atau yang memberikan wibawa ilahi kepadanya.
Kitab-kitab itu pada dirinya memiliki sendiri dan menggunakan sendiri
wibawa ilahinya sebelum badan-badan seperti itu membuat pernyataan
mereka; wibawa kitab-kitab itu diakui dikelompok besar ataupun kelompok
kecil. Konsili-konsili gerejawi tidak memberikan wibawa ilahi kepada
Kitab-kitab itu, tapi mereka justru beroleh dan mengakui bahwa
Kitab-kitab itu memiliki wibawa dan menggunakannya.
III. Pengakuan terhadap masing-masing Kitab
Kita akan membicarakan data-data yang disajikan sendiri oleh PL,
berkaitan dengan pengumpulan dan pengakuan terhadap Kitab-kitab itu.
Dalam rangka ini kita akan mengikuti urutan Kitab-kitab itu sesuai
Alkibar Ibrani. Sambil lalu baiklah mengamati bahwa kehadiran beberapa
dari kitab itu secara tersendiri, berkaitan dengan pekerjaan pengumpulan
yang mendahuluinya. Hal ini menjadi amat jelas, antara lain, dengan
Mazmur (lihat ump Mazmur 75:20) dan Amos (lih ump Amsal 25:1).
a. Taurat
Sedini zaman Musa, pengumpulan hukum Taurat disertai pelestariannya
dalam bentuk tertulis. Seperti nampak dari Kel. 24:4-7, Musa membuat
'kitab perjanjian' dan orang-orang mengakui wibawa ilahinya. Ul.31:9- 13
(lih juga ay 24 dab) memberitakan bahwa Musa menulis 'hukum Taurat
itu', yakni inti UI, dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan,
bahwa wibawa ilahinya akan diakui sampai jauh di masa depan. Perlu
diperhatikan, di sini telah dinubuatkan bahwa umat itu akan sering gagal
untuk mengakui wibawa ilahi itu. Banyak kesaksian menunjukkan bahwa
sepanjang sejarah Israel, Taurat Musa dipandang sebagai tolok ukur ilahi
bagi iman dan hidup (ump Yos 1:7,8; 1Raj 2:3; 2Raja 14:6, dab). Kita
tidak tahu pasti bilamana Pentaeukh (Kitab Lima Jilid) lengkap
seutuhnya, tapi boleh dianggap, bahwa sejak awal telah dihormati
berwibawa tinggi. Pentateukh berisi hukum Taurat yang diberikan Allah
kepada Israel dengan perantaraan Musa, dan sebagai tambahan, laporan
tentang awal sejarah Israel, yakni perlakuan Allah terhadap umat
pilihanNya. Dua catatan dapat ditambahkan.
1. Pada zaman dahulu orang tidak memperlakukan Kitab-kitab yang
dianggap Kudus sebagaimana kita memperlakukannya sekarang. Dalam
beberapa kitab ada bagian-bagian--kecil atau besar--yang dianggap
tambahan dari zaman yang lebih kemudian. Satu hukum dapat diganti dengan
hukum lain, karena keadaan-keadaan yang berubah mengharuskan
kebijaksanaan itu (bnd Bil. 26:52-56 dengan 27:1-11;36; dan bnd Bil.
15:22 dab dengan Im 4). Sekalipun demikian, jelas orang Israel sangat
berhati-hati dalam memperlakukan naskah-naskah tertulis yang berisi
sejarah Israel atau hukum-hukum mereka. Penambahan atau perubahan
agaknya terbatas dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berwenang
berbuat demikian karena jabatan mereka. Sekedar catatan bernada lebih
umum dapat diberikan: kenyataan bahwa orang Israel sangat hati-hati
memperlakukan tulisan-tulisan kudusnya nampak dari cara para penulis PL
memakai sumber-sumber mereka. Mereka tidak memperlakukan seperti para
penulis modern, tapi menyalin bagian-bagian yang perlu seharafiah
mungkin.
2. PL mencatat bahwa pada dua kesempatan, orang Israel dengan tulus
berjanji untuk mentaati kitab Taurat yang diberikan Allah dengan
perantaraan Musa, yakni pada pemerintahan Yosua (2Raj. 22, 23; 2Taw. 34,
35; 'kitab Taurat' mungkin berarti Kitab UI) dan pada zaman Ezra dan
Nehemia (Ezr. 7:6, 14; Neh. 8-10; 'kitab Taurat' di sini mungkin berarti
seluruh Pentateukh).
b. Nabi-nabi
Tiga faktor khusus memberi sumbangan kepada pengakuan terhadap
'nabi- nabi terdahulu' (Yos, Hak, Sam, Raj) sebagai Kitab-kitab yang
berwibawa. Pertama, Kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap
umat-Nya yang telah dipilih-Nya. Kedua, Kitab-kitab ini menguraikan
perlakuan Allah terhadap pilihan-Nya itu dalam jiwa hukum Taurat dan
para Nabi-nabi. Ketiga, para penulis Kitab itu tentu adalah penjabat
khusus, dalam arti setidak-tidaknya demikian. Menarik sekali membaca
Yosua 24:26, bahwa beberapa tambahan kemudian diberikan kepada 'kitab
perjanjian Allah', yang anaknya ialah kitab hukum Taurat yang disebutkan
dalam Ul. 31:24, dab.
Karena sifatnya khas maka tulisan 'nabi-nabi yang kemudian' (Yes,
Yer, Yeh dan ke-12 'Nabi-nabi kecil') dihormati berwibawa sejak semula
oleh kelompok kecil atau besar. Bahwa nubuat-nubuat mereka mengenai
bencana digenapi dalam Pembuangan, secara pasti mendampakkan peluasan
wibawa mereka. Fakta bahwa seorang nabi kadang-kadang mengutip nabi
lain, jelas menyatakan bahwa mereka mengakui wibawa nabi terdahulu itu.
Justru lebih dari sekali seorang nabi memarahi Israel karena mereka
tidak mendengarkan para nabi yang mendahuluinya (bnd Za. 1:4 dab; Hosea
6:5, dst). Yesaya 34:16 agaknya menyebut gulungan yang di dalamnya
dituliskan nubuat-nubuat Yesaya dan disebut sebagai 'kitab Tuhan'.
Daniel 9:2 menyebut 'kumpulan Kitab' yang dengannya jelas dimaksudkan
kumpulan tulisan nabi-nabi, di antaranya termasuk nubuat- nubuat
Yeremia. Dari hubungannya jelas bahwa tulisan para nabi ini dihormati
sebagai memiliki wibawa ilahi.
c. Tulisan-tulisan
Bagian ketiga dari Kanon Ibrani berisi Kitab-kitab yang sifatnya
berbeda-beda, sehingga beberapa dari antara kitab itu dihormati sebagai
tulisan kudus. Mengenai Kid sering dikemukakan, bahwa tempatnya di dalam
Kanon adalah disebabkan oleh penafsiran alegoris yang dikenakan
kepadanya. Tapi keterangan ini tak dapat dibuktikan. Pertama, penempatan
demikian bermula pada suatu konsepsi yang keliru tentang 'kanonisasi'
(lih butir II di atas). Kedua, sekalipun seandainya Kid belum lengkap
seutuhnya sebelum Zaman Pembuangan, namun kitab itu masih memuat
bahan-bahan kuno (ump Kid. 6:4). Tiada alasan untuk menyangkal
kemungkinan, bahwa pada zaman kuno kidung-kidung cinta ini, yang di
dalamnya Salomo menjadi salah seorang tokoh utama, pada dasarnya
dipandang tulisan kudus. Akhirnya, seruan bagi pengakuan-pengakuan
formal dalam kepustakaan Yahudi (ump di Aboth de- Rabbi Nathan, 1)
adalah lemah, karena pengakuan-pengakuan formal itu tidak berasal dari
zaman.
Tak perlu mempersoalkan mengapa Mazmur dihormati sebagai tulisan
kudus. Banyak dari mazmur mungkin berfungsi sebagai rumusan-rumusan bagi
tempat kudus; Daud memberi sumbangan penting dalam penulisan mazmur;
beberapa mazmur bernada nubuat (ump Mazmur 50; 81; 110), mengenai
Kitab-kitab hikmat, diantaranya Amsal dan Pengkotbah dan, sampai taraf
tertentu, Ayub, baiklah diingat, bahwa hikmat dan khususnya kuasa untuk
berbuat sebagai guru hikmat, dipandang sebagai kekecualian anugerah
Allah (bnd 1Raj. 3:28; 4:29; Ayb. 38, dab; Mzm. 49:1-4; Ams. 8;
Pengkotbah 12:11, dst).
Kenyataan bahwa banyak Amsal berasal dari Salomo tentu telah memberi
sumbangan bagi pengakuan amsal. Pengamatan-pengamatan yang sama seperti
di lakukan dibutir (b) di atas, dapat diterapkan atas Kitab- kitab
historis dan nabiah: Ezr, Neh, Rut, Est dan Rat. Halnya sama dengan
kedua Kitab Tawarikh, yang sekalipun dengan cara yang berbeda dengan
Kitab Raja-Raja, namun ditulis dalam jiwa hukum Taurat dan Nabi-nabi.
Sajian di atas tentu sama sekali tidak menjawab segala persoalan
yang mungkin timbul. Marilah kita bahas salah satu dari persoalan itu.
Mengapa sumber-sumber yang dipakai bagi penulisan Tawarikh tidak
dimasukkan ke dalam Kanon? Benar, bahwa beberapa kitab yang ada selama
waktu penulisan Kitab-kitab PL telah hilang, ump 'Kitab Orang Jujur'
(Yos. 10:13; 2Sam.1:18). Tapi bertalian dengan sumber-sumber Tawarikh
persoalan lebih gawat dan hangat, karena Kitab-kitab sumber data itu ada
selama waktu penyusunan Tawarikh, dan karena Kitab-kitab sumber itu
ditulis, paling sedikit sebagian, oleh nabi-nabi (ump 1 Taw. 29:29;
2Taw. 9:29; 32:32). Kita harus menganggap bahwa kitab-kitab itu - atau
apakah itu satu kitab? - diungguli dan diganti oleh Tawarikh.
Sumber :
J.D. Douglas, Ed., ENSIKLOPEDI ALKITAB MASA KINI; Jilid A-L : Kanon
Perjanjian Lama, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 1993, 1994,
Halaman : 510-511.
terimakasih artikelnya sangat membantu.,
BalasHapusGbu